Dalam rangka tutup Suro – Dal 1959 Kraton Surakarta Hadiningrat akan menyelenggarakan pagelaran seni budaya wayang kulit dengan menampilkan tokoh dalang Duta Budaya Internasional K.R.A.T Ki.H.Gunarto Gunotalijendro.SH.MM atau “Sang Dalang Salto”. Pagelaran seni budaya wayang kulit ini nantinya akan mengambil lakon: “Werkudoro Antuk Nugroho Wahyu Kasantosan” dan akan di langsungkan pada hari Jum’at (Malam Sabtu), tanggal 25 Juli 2025, mulai pukul 20.00 WIB s/d selesai. Bertempat di Kori Kamandungan, Kraton Surakarta Hadiningrat, Solo, Jawa Tengah.

Wow…pagelaran seni budaya wayang kulit di Kraton Surakarta ini bakalan sangat meriah, selain lakon wayang yang akan disajikan banyak di nanti oleh penggemarnya, juga tokoh dalang yang akan membawakannya langsung, adalah tokoh dunia pakeliran yang sudah tidak asing lagi bagi para masyarakat penggemar dan pecinta seni budaya wayang kulit baik Nasional maupun Internasional.
Dalang milenial K.R.A.T.Hi.H.Gunarto Gunotalijendro.SH.MM, yang juga di kenal dengan julukan “sang Dalang Salto Sewengi Ping Seked” ini dalam setiap aksinya akan selalu menampilkan sebuah ketrampilannya yang sangat luar biasa. Setiap aksinya di layar pakeliran beliau akan selalu menggunakan tiga bahasa, yakni: Bahasa Inggris, Indonesia dan Jawa pada saat terjadi adegan dialog para tokoh pewayangan.

Dalang Imternasional K.R.A.T.Ki.H.Gunarto Gunotalijendro.SH.MM, yang baru saja mendapatkan sertivikat penggargaan dari Murthi Buana (Museum Rekor Terhebat Dunia) berkat prestasinya yang sangat luar biasa di bidang pedalangan dengan gelar Datuk DirajaWali Manggala SASTRA Diraja. Dalam aksinya dalang milenial ini akan menampilkan berbagai lagu lagu yang lagui ngetrend. Tujuannya adalah untuk memodernisasi jagad pakeliran dengan sentuhan milenial. Hal ini memiliki arah agar supaya seni budaya wayang kulit tetap selalu eksis dan di cintai oleh para kawula muda kita.
Hasil pencapaian dalam kiprahnya di jagad pewayangan, ujungnya beliau telah berhasil mendapat berbagai penghargaan, salah satunya adalah dari Tanah Suci Vatikan dan Persatuan Biarawan/Wati Dunia. Wah…sungguh luar biasa apa yang telah di lakakukan oleh dalang sejuta prestasi ini. Wayang Milenial Indonesia berhasil menciptakan suasana yang segar dan relevan dengan adanya perkembangan zaman yang serba modern.

Harapan pencapaian dalang berjuluk “Sang Dalamng Salto” ini agar nantinya para kaum generasi muda penerus selalu aktif dalam menjaga dan mengembangkan seni budaya wayang kulit asli milik bangsa Indonesia. Dalang yang juga meraih penghargaan dari Konsulat Jendral San Fransisco USA ini nampaknya tidak hanya dapat menghidupkan kembali dunia pakeliran, akan tetapi juga mengubahnya menjadi sebuah bentuk seni yang terus dapat berkembang dan relevan dengan situasi dan kondisi zaman. Sungguh luar biasa dan menjadi kebanggaaan kita….
“Wayang merupakan kebanggaanku.Wayang adalah Jagadku dan hidup Wayang Indonesia,”kata K.R.A.T.Ki.H. Gunarto Gunotalijendro.SH.MM, bangga.

Sekilas lakon: Werkudoro Antuk Nugroho Wahyu Kasantosan
Dalam lakon pewayangan ini menceritakan perjalanan spiritual putra ke dua satria Pandawa, yakni Raden Werkudoro untuk mendapatkan wahyu kasantosan dengan cara melalui berbagai proses ritual dan laku spiritual.
Raden Werkudoro atau Bima kala itu sedang menjalankan lagu tapabrata di tempat-tempat yang di kenal berbahaya dan sulit di jangkau oleh orang lain, seperti alas Sunyapringga. Tujuan satria Pandawa ini adalah untuk mendaparkan anugerah wahyu kasantosan.

Saat berada di alas Sunyapringga, Raden Werkudoro kala itu telah di hadang oleh empat saudara yang bermaksud untuk menghalangi niatnya, akan tetapi Raden Werkudoro tetap bersikekeh untuk melakukan niat hatinya. Nampaknya keempat saudara tersebut kemudian bersatu dan mengubah dirinya untuk menjadi Liman Setubanda, sebuah kendaraan yang di pergunakan Raden Werkudoro untuk mengarungi lautan yang luas.
Di dalam lautan, Raden Werkudoro berjumpa dengan Dewa Ruci. Di dalam tubuh Dewa Ruci ini, Raden Werkudoro telah melihat cahaya berbagai warna yang melambangkan nafsu dan hasrat, yang harus segera dikendalikan.

Raden Werkudoro kala itu nampaknya telah berhasil untuk mengendalikan nafsunya, Raden Werkudoro saat itu juga melihat tiga boneka dari emas yang melambangkan kesatuan makrokosmos dan mikrokosmos, serta triloka (tubuh, pikiran dan kesadaran).
Dengan melalui berbagai proses yang dialaminya, akhirnya Raden Werkudoro berhasil telah memperoleh wahyu kasantosan, yang merupakan wahyu yang bersifat kekuatan atau kesempurnaan diri.

Dalam lakon pewayangan ini nampaknya memiliki kandungan pesan moral yakni tentang pentingnya untuk mengendalikan diri, pencapaian sebuah jati diri dan pentinya untuk memahami hakekat kehidupan dengan cara melalui berbagai laku spiritual.

Bagi para penggemar dan pecinta seni budaya wayang kulit manapun berada…dipersilahkan untuk hadir dan menyaksikan secara langsung acara pagelaran seni budaya wayang kulit di Kraton Surakarta Hadiningrat dalam rangka Tutup Suro Dal – 1959. Bagi yang belum sempat dan berhalangan untuk hadir tidak usah khawatir sebab acara ini nantinya juga akan di tayangkan secara langsung melalui channel Youtube Andika Multimedia New dan Gatot Jatayu New.