Candi Kidal yang terletak di Desa Rejokidal, Kecamatan Tumpang, Kab Malang merupakan candi tertua langgam Jawa Timuran yang berkesan ramping dan dinamis. Merupakan satu-satunya candi yang reliefnya khusus bercerita tentang kisah Garudeya serta memiliki gambaran struktural ikonik Garuda paling lengkap dibandingkan dengan candi-candi lainnya.
Keunikan Candi Kidal adalah adanya unsur ajaran Syiwa dan Wisnu sekaligus dalam satu candi. Di dalam candi terdapat lingga yoni sebagai penanda ajaran Syiwa sementara itu di dinding luar candi terdapat relief Garudeya sebagai penanda ajaran Waisnawa (pemuja Wisnu).
Dalam Negarakretagama pupuh 41 bait 1 disebutkan bahwa Anusapati kembali ke Siwabuddhaloka. Adanya istilah Buddha menandakan bahwa tempat pendarmaan Anusapati (Candi Kidal) juga mengayomi penganut ajaran Buddha.
Atap candi Kidal tidak dihias dengan ratna sebagai ciri khas dari candi Hindu serta tidak dihias pula dengan stupa sebagai ciri khas dari candi Buddha.
Jadi dapat ditafsirkan bahwa Candi Kidal berkarakter sinkretisme antara Syiwa-Wisnu yang dibangun sebagai monumen persatuan nasional serta simbol pengayoman terhadap segenap rakyat Singhasari termasuk para pemeluk ajaran Buddha. Candi Kidal merupakan monumen persatuan pada masa Singhasari.
Keunggulan Relief
Pada candi Kidal terdapat relief Garudeya pada ketiga sisi kaki candi. Ketiga relief tersebut adalah Garuda dan para naga, dimana ibu Garuda masih dalam perbudakan sang Kadru. Garuda membawa tirta amerta, air suci sebagai penebus kebebasan sang ibunda. Dan Garuda bersama ibunya yang telah terbebas dari perbudakan sang Kadru dan para naga.
Keunggulan relief Garudeya di Candi Kidal adalah Garudeya merupakan satu-satunya relief cerita di Candi Kidal, artinya candi Kidal adalah candi yang khusus dibuat untuk menggambarkan kisah Garudeya. Di candi-candi lainnya relief Garudeya bercampur dengan relief- relief cerita yang lain.
Tiga panil relief Garudeya di Candi Kidal merupakan panil-panil yang merupakan kunci cerita yang mampu mengungkapkan keseluruhan cerita secara utuh. Inti cerita jauh lebih jelas terbaca yakni kisah pembebasan ibunda Garuda dari belenggu perbudakan
Kualitas gambar masih sangat bagus hingga bisa menampilkan pahatan secara detail. Tiga panil relief menggambarkan cerita yang berurutan dengan menggunakan cara baca prasawya (berjalan berlawanan dengan arah jarum jam).
Pahatan relief lebih mengarah kepada bentuk tiga dimensional sehingga nampak lebih hidup. Merupakan relief paling lengkap tentang kisah Garudeya.
Pranata Hukum
Bung Karno membentuk Panitia Lencana Negara yang beranggotakan Muhamad Yamin, Moch Hatta, Sultan Hamid II, Ki Hajar Dewantara, MA Pelleupesy, Moh Natsir, RM Ng Poerbatjaraka dan Doellah. Semuanya memiliki peran dalam merumuskan Lambang Negara. Artinya Lambang Negara Garuda Pancasila diciptakan secara kolektif oleh Panitia Lencana Negara bentukan Presiden Soekarno.
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 66 Tahun 1951 tentang Lambang Negara menerangkan bahwa Garuda merupakan burung mitologi yang telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia, serta terdapat di berbagai candi di Indonesia termasuk di Candi Kidal Malang.
PP tersebut kemudian disempurnakan dengan UU No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.
Dalam Keputusan Presiden Nomor 4 tahun 1993 tentang Flora dan Fauna Nasional, elang Jawa ditetapkan sebagai satwa nasional karena kemiripan bentuk tubuh elang Jawa dengan Lambang Negara Garuda Pancasila.
Masyarakat Nusantara juga menyebut elang Jawa dengan istilah burung Garuda atau burung rajawali. Elang merupakan jenis satwa yang menempati posisi tertinggi dalam daur rantai makanan.
Lambang negara kita berbentuk Garuda Pancasila, kepalanya menoleh ke sebelah kanan dengan perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher serta kaki yang mencengkeram erat sebuah pita bertuliskan sesanti Bhinneka Tunggal Ika.
Garuda Pancasila memiliki sayap yang masing-masing berbulu 17 helai, ekor berbulu 8 helai, pangkal ekor berbulu 19 helai dan leher berbulu 45 helai yang merupakan penanda dari hari kemerdekaan kita yaitu 17 Agustus 1945.
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 36 A menyatakan bahwa ‘Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika’.
Sumber Inspirasi
Pada era Raja Dharmawangsa Teguh (991-1016) telah digubah beberapa bagian daripada kitab Mahabarata diantaranya adalah Adiparwa, Wirataparwa dan Bhismaparwa. Cerita Garudeya yang menokohkan sang Garuda terdapat dalam kitab Adiparwa.
Kisah heroik pembebasan Ibunda sang Garuda dari belenggu perbudakan sebangun dengan sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam melepaskan Ibu Pertiwi dari belenggu perbudakan.
Dalam kisah mitologi Garuda merupakan wahana dari Dewa Wisnu, sinar Garuda sangat terang sehingga banyak yang mengiranya sebagai Dewa Agni penguasa api. Garuda dimaknai sebagai sang pembebas serta simbol spirit perjuangan yang tak kunjung padam.
Bentuk relief Garudeya di Candi Kidal memiliki banyak kemiripan dengan Garuda Pancasila. Berikut ini adalah beberapa kemiripan tersebut. Paruh sama-sama besar kuat, tajam dan terbuka. Lidah sama-sama melengkung ke atas.
Sama-sama memakai kalung, Garudeya berkalung ulur sedangkan Garuda Pancasila berkalung rantai dengan mata rantai berbentuk kotak dan bulat.
Sama-sama memakai hiasan di dada, Garudeya memakai selempang sedangkan Garuda Pancasila memakai perisai berbentuk jantung. Sama-sama memiliki cakar yang kuat dan besar. Memiliki bentuk sayap yang sangat mirip sekali. Arah muka sama-sama menengok lurus ke kanan.
Sama-sama membawa kain panjang, Garudeya mencengkeram kain selendang sebagai pengikat guci tirta amerta sedangkan Garuda Pancasila mencengkeram pita selendang bertuliskan sesanti Bhinneka Tunggal Ika.
Urutan arah membaca simbol dalam jantung perisai lambang negara sama dengan arah membaca relief Garudeya yaitu dengan cara prasawya.
Jejak Lambang Negara
Dari waktu ke waktu, burung Garuda seudah dipakai sebagai lambang negara (kerajaan). Era Mataram Kuno, pada masa Dharmawangsa Teguh Garudhamukha dijadikan sebagai cap stempel resmi negara.
Raja Kahuripan, Prabu Airlangga menjadikan Garudhamukha sebagai lambang negara. Airlangga digambarkan sebagai Wisnu yang mengendarai Garuda.
Jaman kerajaan Singhasari, relief Garudeya dipahatkan khusus pada candi resmi negara. Kidal termasuk dalam golongan tempat pendharmaan para raja (dharmahaji).
Raden Wijaya dan penerusnya di Kerajaan Majaphit menggunakan warna merah putih sebagai bendera nasional, dimana merah putih adalah warna kebesaran burung Garuda secara mitologis. Dan lambang Ngayogjakarta Hadiningrat / keraton Jogja menggunakan sayap Garuda.
Pada sketsa rancangan awal Panitia Lencana Negara gambar Garuda sangat mirip dengan relief Garuda di Candi Kidal. Yaitu sama-sama berambut ikal ngore gimbal, sama-sama berdiri di atas padma (bunga teratai), sama-sama menghadap ke kanan, sama-sama memiliki bahu, sama sama memiliki tangan, sama-sama memiliki sayap yang mirip sekali dengan penggambaran Garudeya di Candi Kidal.
Dari berbagai keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa relief Garudeya di Candi Kidal merupakan sumber inspirasi lahirnya Lambang Negara Garuda Pancasila.
Lambang Negara kita tidak menjiplak lambang dari negara lain, melainkan berasal dari akar jatidiri bangsa pada masa kerajaan Singhasari.
Pusparagam dalam kesatuan yang terdapat pada Candi Kidal juga menjadi sumber inspirasi adanya sesanti Bhinneka Tunggal Ika. Candi Kidal adalah mahakarya terbaik Singhasari untuk bangsa Indonesia