Wungonan Reresik Tosan Aji Malam Purnama Suro

Wungonan Reresik Tosan Aji Malam Purnama Suro

Padepokan PSHT (Persaudaraan Setia Hati Terate) bekerja sama dengan PPBPN (Paguyuban Pelestari Budaya Pusaka Nusantara}, pada hari Kamis, malam Jumat, 15 Suro 1959 Jawa atau tanggal 10 Juli 2025, bertempat di Padepokan PSHT, Jl. Mawar No. 10-RT.03/06 Babakan, Kel.Mustika Sari, Kec. Mustika Jawa, Kab. Bekasi, telah mengadakan acara Wungonan Reresik Tosan Aji Malam Purnama Suro.

Jamasan Pusaka di Acara Wungonan Reresik Tosan Aji Malam Purnama Suro.

Wungonan merupakan salah satu acara yang langka dan wajib untuk di lestarikan keberadaannya. Acara ini menjadi sakral ketika bulan Purnama tepat di atas ubun-ubun untuk kemudian ditembangkan “Suluk Wungonan”. Nah…salah satu bentuk suluk dalam tradisi pedalangan Jawa, khususnya pada pertunjukkan wayang kulit. Kata “Wungon” berasal dari kata “Wungu” (menjelang fajar) pohonnya di sebut Wungu atau wara bunga lembayung, maka acara Wungonan berkaitan dengan suasana malam hari yang sakral, khusuk, untuk berkontemplasi.

Sementara ciri khas dari acara Wungonan tersebut adalah: Reresik Tosan Aji. Budaya Wungonan ini sudah ada dan cukup lestari sejak pada zaman Majapahit hingga zaman Sunan Kalijaga, pada saat itu (Tahun 1700) telah di kumandangkan tembang Jawa  Ilir-Ilir.

Acara Wungonan Reresik Tosan Aji Malam Purnama tersebut merupakan sebuah kegiatan refleksi budaya dan pelestarian pusaka, acara ini diikuti oleh ratusan peserta yang berasal dari willayah jabodetabek.

Salah satu tokoh budaya yang hadir adalah, Gus Ali Rahman yang merupakan perwakilan dari PPBPN. Dalam hal ini beliau menegaskan bahwa, ilmu metalurgi bukanlah temuan baru zaman sekarang. Leluhur Nusantara telah memiliki pengetahuan pertambangan canggih yang di wariskan secara turun-temurun.

Gus Ali Rahman, PPBPN

“Hari ini dikenal adanya disiplin ilmu yang disebut geologi yang antara lain bisa mendeteksi kandungan metal di perut bumi, padahal leluhur kita sudah menambang sejak seribu tahun yang lalu. Itu artinya mereka memiliki ilmu yang disebut geologi tersebut, sekaligus tehnik pertambangan yang luar biasa. Kalau tidak, bagaimana bisa membuat pusaka yang terdiri dari beberapa jenis logam atau metal. Pemerincin jenis-jenis logam atau metal itu, sekarang disebut metalurgi. Padahal leluhur kita sudah jago sejak semula,” kata Gus Ali Rahman.

Proses pengolahan logam mulia dari penambangan, pemisahan unsur, hingga penempaan menjadi keris dan pusaka adalah bukti nyata penguasaan ilmu metalurgi yang sangat tinggi, yang telah menyatu dalam budaya tradisional Nusantara.

Logam itu ada jenisnya, ada besi, baja, mangan, nikel dan sebagainya. Itu semua merupakan bagian dari ilmu metalurgi. Setelah itu ditempa, maka jadilah pusaka, dan itu sudah dilakukan oleh leluhur kita sejak dahulu.

“Pusaka itu mulai di rusak maknanya sejak masa kolonial, terutama setelah munculnya naskah Babad Kediri. Nah..disitu pusaka diidentikkan dengan tindakan kriminal, pembunuhan, kejahatan Ken Angrok, padahal semua itu naskah permintaan Belanda untuk merusak citra pusaka dan leluhur Nusantara,” tambah Gus Ali Rahman serius.

Lebih jauh di sampaikannya bahwa dengan melalui momentum ini Gus Ali Rahman berharap kita bisa mengembalikan keaslian makna pusaka sebagai warisan keilmuan. Jangan lagi kita melihatnya dari sisi mitos, klenik dan sebagainya yang di ciptakan oleh penjajah.

Wungonan Reresik Tosan Aji Malam Purnama Suro.

Wungonan Reresik Tosan Aji Malam Purnama Suro ini merupakan tradisi warisan budaya spiritual yang luhur dan sakral. Sebagai ajang berkontemplasi melakukan meditasi perenungan diri agar kedepannya bisa menjadi pribadi  yang lebih baik lagi. Cara ini tidak hanya ajang untuk jamasan pusaka saja, akan tetapi juga sebagai upaya spiritual membersihkan hati dan bathin kita.

Sehingga kita akan lebih berkesadaran spiritual seiring dengan ungkapan leluhur Jawa yang menandakan keris pusaka itu beresensi  “Curigo Manjing Warongko Jumbuhing Kawula lan Gusti”, artinya adalah bersatunya antara pusaka dan warangkanya adalah ibarat bersatunya seorang hamba dengan Tuhan nya.

Ki Cokro ST yang merupakan penasehat PPBPN juga menaruh harapan agar kegiatan budaya Nusantara ini mendapatkan perhatian dari pihak pemerintah.

Ki Cokro ST, Penasehat PPBPN

“Sebab ini merupakan sebuah kegiatan budaya yang luar biasa dan mudah mudahan di waktu kedepannya terus bisa berkelanjutan serta mendapatkan dukungan, khususnya dari Kementrian Kebudayaan Republik Indonesia serta pihak-pihak yang terkait untuk kita sama-sama bergandeng tangan melestarikan budaya Nusantar, karena budaya adalah cermin Jatidiri Bangsa,” kata Ki Cokro ST.