Jika Anda berkunjung ke Museum Radya Pustaka dan Museum Keraton Surakarta, kamu akan melihat ada benda koleksi yang sama.
Ya, di dua tempat tersebut terdapat patung kepala raksasa. Di depannya ditulisi Canthik Perahu Rajamala.
Berwarna merah dengan ukuran yang besar membuat aura mistis seakan muncul saat memandangi patung tersebut. Apalagi ruangan yang ditempati patung tersebut cukup gelap. Hiiii….
Bahkan, patung kepala Rajamala yang ada di Museum Radya Pustaka itu kabarnya tak mau dipindah. Ia setia menempati tempat yang cukup gelap itu hingga kini.
Lalu sebenarnya bagaimana kisah Perahu Rajamala itu sendiri? Apa hubungannya dengan Keraton SurakartaCanthik Perahu Rajamala merupakan hiasan yang dipasang di ujung depan dan belakang perahu atas prakarsa Paku Buwono V saat masih menjadi putra mahkota. Canthik itu dibuat dari kayu jati yang diambil dari Donoloyo, hutan khusus milik Keraton Surakarta.
Dikisahkan pada 19 November 1809, Paku Buwana IV menerima hadiah dari Gubernur Jenderal William Daendels berupa perahu dengan canthik atau hiasan ujung perahu berupa perawan Belanda. Melihat keindahan perahu itu, Paku Buwana IV berkeinginan membuat perahu sejenis untuk dikawinkan dengan perahu tersebut.
Paku Buwana IV lalu meminta putranya Pangeran Adipati Anom yang kemudian menjadi Paku Buwana V untuk membuat perahu dengan menggunakan kayu jati dari Hutan Donoloyo. Setelah Perahu Kiai Rajamala yang berukuran 58,9 x 6,5 meter selesai dibuat, perahu persembahan Daendels dan Kiai Rajamala segera dinikahkan dengan upacara lengkap sebagaimana biasanya pernikahan seorang laki-laki dan seorang perempuan. Upacara itu dilaksanakan di Kedhung Penganten Bengawan Solo pada 19 Juli 1811.
Kisah yang menyertai penciptaannya berasal dari peristiwa pelamaran Putri Bupati Cakraningrat di Sumenep, Madura oleh Paku Buwana IV. Karena transportasi paling mungkin saat itu lewat perairan dengan memakai perahu, Paku Buwana IV ingin perahu yang dinaikinya memiliki ornamen bagus. Maka dipilihlah ornamen Rajamala. Pemilihan tokoh Rajamala untuk dijadikan canthik atau hiasan didasarkan atas kesaktian tokoh Raden Rajamala yang tak terkalahkan dalam kisah pewayangan.
Secara khusus, Perahu Rajamala digunakan untuk sarana jalan-jalan penguasa Keraton Kasunanan dan hajatan penting saja. Menurut kisah yang ada, Perahu Rajamala tampak perkasa ketika meluncur di Bengawan Solo, Kali Brantas, Laut Utara Jawa hingga ke Selat Madura. Perahu ini dipergunakan hingga zaman Paku Buwana VII.
Perahu Rajamala memang dianggap besar dan perkasa pada masanya. Salah satu bukti kebesarannya adalah ukuran dayung perahunya yang sangat besar. Dayung Rajamala dengan panjang sekitar 6,6 meter masih tersimpan di Museum Keraton Surakata.
Saat ini, dua canthik perahu tersebut masing-masing tersimpan di Museum Radyapustaka dan Museum Keraton Surakarta. Setiap hari Selasa Kliwon canthik Perahu Rajamala di Museum Keraton Surakarta selalu diberi sesaji lengkap. Pemberian sesaji dimaksudkan untuk menghormati penunggu canthik perahu tersebut yang dipercaya masih ada di dalamnya.